Oleh Fadli M. Rambey
Dalam prespektif islam, ada lima hal mendasar yang dapat dipandang sebagai kerangka dasar suatu eksistensi manusia. Pertama manusia dibangun berdasarkan prinsip-prinsip keyakinan yang berpuncak pada tauhid. Kedua, Manusia diberi tugas dan amanat utama oleh tuhanya untuk beribadah dan melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Ketiga, Manusia diberikan peran sebagai khalifah Allah di muka bumi untuk memanifestasikan sifat-sifatNya dalam kehidupan. Keempat, Manusia ditetapkan dalam posisi yang bebas, memiliki perangkat kesadaran dalam menetapkan pilihan. Kelima, Manusia diberi bekal berupa akal sehat. Kelima hal dasar inilah yang merupakan tumpuan eksistensi manusia di muka bumi. Artinya, kehidupan manusia di dunia akan mencapai puncak eksistensinya apabila mampu menjalankan dan mengembangkan lima hal mendasar itu dalam kehidupanya sehari-hari. Sebaliknya, jika manusia gagal menjalankan dan mengembangkan kelima hal mendasar itu, maka manusia akan kehilangan jati diri, dan eksistensi sebagai prinsip hidup kemanusiaanya. Manusia akan terpuruk jatuh kedalam lembah kenistaan yang dalam islam bisa disebut Asfala safilien. Karna itu untuk mewujudkan suatu masyarakat yang islami, pada dasarnya adalah menjalankan dan mengembangkan kelima prinsip kemanusiaan tersebut. Masalah yang sangat penting untuk dicermati adalah, bahwa dalam kehidupan yang sesungguhnya, manusia seringkali lupa dan tidak menyadari secara penuh lima hal mendasar yang menjadi kerangka eksistensinya. Cobalah kita renungkan dan refleksikan bersama!!!
Dalam prespektif islam, ada lima hal mendasar yang dapat dipandang sebagai kerangka dasar suatu eksistensi manusia. Pertama manusia dibangun berdasarkan prinsip-prinsip keyakinan yang berpuncak pada tauhid. Kedua, Manusia diberi tugas dan amanat utama oleh tuhanya untuk beribadah dan melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Ketiga, Manusia diberikan peran sebagai khalifah Allah di muka bumi untuk memanifestasikan sifat-sifatNya dalam kehidupan. Keempat, Manusia ditetapkan dalam posisi yang bebas, memiliki perangkat kesadaran dalam menetapkan pilihan. Kelima, Manusia diberi bekal berupa akal sehat. Kelima hal dasar inilah yang merupakan tumpuan eksistensi manusia di muka bumi. Artinya, kehidupan manusia di dunia akan mencapai puncak eksistensinya apabila mampu menjalankan dan mengembangkan lima hal mendasar itu dalam kehidupanya sehari-hari. Sebaliknya, jika manusia gagal menjalankan dan mengembangkan kelima hal mendasar itu, maka manusia akan kehilangan jati diri, dan eksistensi sebagai prinsip hidup kemanusiaanya. Manusia akan terpuruk jatuh kedalam lembah kenistaan yang dalam islam bisa disebut Asfala safilien. Karna itu untuk mewujudkan suatu masyarakat yang islami, pada dasarnya adalah menjalankan dan mengembangkan kelima prinsip kemanusiaan tersebut. Masalah yang sangat penting untuk dicermati adalah, bahwa dalam kehidupan yang sesungguhnya, manusia seringkali lupa dan tidak menyadari secara penuh lima hal mendasar yang menjadi kerangka eksistensinya. Cobalah kita renungkan dan refleksikan bersama!!!
Perjuangan yang telah direngkuh oleh umat islam jelas merupakana amal shaleh yang patut kita syukuri bersama, akan tetapi upaya-upaya untuk mewujudkan masyarakat yang islami dimasa-masa yang akan datang jelas dibutuhkan, selain niat yang suci dan bersih semata-mata mengharapkan keridoan Allah SWT, juga dibutuhkan suatu keberanian untuk memberikan interprestasi-interprestrasi yang representatif dan konkrit sesuai dengan keadaan suatu bangsa maupun sistem yang berjalan di masyarakatnya.
Dewasa ini semakin bermunculan orang-orang dan gerakan-gerakan islam di dunia maupun di tanah air yang berusaha berjuang menegakkan islam dan penaung bernama khilafah di muka bumi. Tentunya dengan cara dan usaha yang dinilai cukup strategis menurut pemahamanya masing-masing. Fenomena tersebut tidak terlepas dari perkembangan dakwah, ilmu pengetahuan dan percepatan informasi yang didukung oleh media. Namun demikian, masih ada saja segolongan orang yang mencaci dan mencibir usaha yang dilakukan saudara seimanya dalam memperjuangkan cita-cita yang sama. Saya rasa masalah fundamental seperti inilah yang seharusnya tidak perlu terjadi dikalangan umat islam, karna hal tersebutlah yang nantinya akan menyebabkan perpecahan didalam tubuh umat islam. Sebaiknya umat islam saat ini harus bersinergi, saling bekerjasama dan bersatu agar cita-cita mulia tersebut bisa segera mungkin tercapai. Kelompok umat islam mana sih yang tidak ingin hadirnya penaung bernama khilafah. Maka dari itu jangan sampai ada lagi peremehan amal saudara seiman. Mulailah dari hal yang kecil, dari yang kita mampu dan dimulai dari sekarang, karna khilafah tidak akan tegak apabila saudara-saudaranya yang lain hanya menjadi juri bagi amal-amal saudaranya.
Saya rasa saat ini kita perlu mengapresiasi dan menghargai perjuangan yang sedang dilakukan saudara-saudara kita di masing-masing lininya. Ada yang berjuang di ranah politik untuk memperbaiki sistem dan membuat kebijakan-kebijakan yang strategis bagi kepentingan umat, ada yang eksis didalam khazanah ilmu pengetahuan untuk mendalami islam dan memurnikan aqidah, ada yang dengan lantang dan terang-terangan menyampaikan islam kepada manusia walaupun hanya satu ayat, ada yang bergerak di segmen amal usaha, pendidikan, ekonomi, dan lain sebagainya untuk memajukan islam. Hal tersebut tidaklah terlepas dari metodelogi dan sarana yang dapat di tempuh demi mencapai suatu tujuan dan cita-cita yang sama. Yaitu tegaknya islam di muka bumi. Coba kita fikirkan, bukankah islam itu menyeluruh, mencakup setiap aspek kehidupan?
Tidaklah kemenangan dan kesuksesan itu kecuali karena Allah dan kecintaanya kepada kita. Allah berkenan memberikan kemurahan dan kehormatan kepada kita sebagai perantara-Nya. Sungguh tidak ada celah bagi kita untuk sombong dengan menganggap kemenangan itu berkat usaha dan kerja keras kita, baik secara individual maupun secara berjamaah.
Perlu diketahui, tidak selamanya keridhoan dan kecintaan Allah terletak pada kadar siksa dan kesengsaraan pada diri seorang hambanya. Sehingga tercetus bahwa semakin susah dan berat seorang hamba melakukan amal, maka hal tersebut semakin baik. Seperti anggapan orang-orang bodoh yang berkata “ Besarnya pahala sesuai dengan tingginya tingkat kesulitan dan besarnya amanah yang dijalani”, sekali-kali tidaklah demikian! Akan tetapi pahala itu tergantung dengan bersihnya niat, besarnya kadar manfaat, maslahat dan faedah suatu amalan.
Semoga Bermanfaat.
________________ Penulis (Fadli M. Rambey) adalah Ketua KAMMI Komisariat UNY Periode 2014/2015 yang telah didemisioner pada 13 Februari 2016 lalu.
Referensi :
Majmu’ Al Fatawa (25/281) dalam Pro Kontra Jihad di Palestina, (Yusuf Al Qardawi & Abu Ubaidah Hasan Salman, 2009)
Gerakan Intelektual, Jihad untuk Masa Depan Umat Islam, (Suharsono, 1992)
Beginilah seharusnya aktivis dakwah, (Satria Hadi Lubis, 2011)
Komentar
Posting Komentar